Monday, July 30, 2012

APMEN Fellowship Program 2012 Guidelines

BY Bebas Malaria 1 comment


Applications must be received by Friday, 24 August, 2012.
Applications are to be emailed to: apmen@sph.uq.edu.au with the subject “APMEN Fellowship application”.

Selection CriteriaProposed topic of study is malaria elimination focused Strength and feasibility of mentoring relationshipClear learning objectives are identified and feasibility that these goals can be achieved within the scope of the Fellowship experienceConsistency of the proposal with nationally approved priorities in the context of malaria eliminationLearnings can be translated into clear deliverables that will facilitate elimination in the home country programCandidate has a strong educational background as well as experiences and accomplishments that reflect a commitment to malaria elimination in their countryCandidate demonstrates commitment to a future career in malaria in their home country


Selection and Award ProcessFellows will be selected based on the merit of their written application and against the aboveSelection Criteria by the APMEN Fellowship Program Committee. The Fellowship Committee is composed of 3 Country Partner representatives, 1 Partner Institution representative and 1 APMEN Secretariat representative. The Fellowship Program Committee will nominate successful applicants by consensus, who will then be forwarded to the APMEN Advisory Board for confirmation and final approval.
All applicants (successful and non-successful) will be notified in writing by the APMEN Secretariat of the outcome of their application. The successful applicants will also be advertised on the APMEN website. Non-successful applicants are encouraged to contact the APMEN Secretariat to request feedback from the Fellowship Program Committee on their application.
Selection and Award process timeline:

APMEN Fellowship Program 2012 applications open 16 July 2012

APMEN Fellowship Program 2012 application deadline 24 August 2012

Fellowship Program Committee application review period August 2012

APMEN Fellowship Program 2012 awards granted September 2012

Reporting RequirementsUpon completion of the Fellowship, Fellows will be required to prepare a written report (outline will be provided by the APMEN Secretariat) to share with the APMEN Fellowship Program Committee. This report will describe the Fellow’s experiences and will demonstrate how, upon return to their home country, they will apply lessons learned to the benefit of the National Malaria Control Program. Fellows may also be required to provide a complete financial acquittal on completion of their Fellowship which will include an itemised list of their expenditures.
Fellows may be invited to present their Fellowship experience in person or via poster presentation during the APMEN annual meeting.

AlumniUpon completion of the APMEN Fellowship Program, Fellow’s will automatically become members of the APMEN Fellowship Alumni. The aim of the Alumni is to promote sustained information sharing and collaboration on malaria elimination related work and to encourage continued engagement with APMEN.

Wednesday, July 25, 2012

APMEN: Membuka jalan menuju eliminasi malaria di wilayah Asia Pasifik

BY Bebas Malaria 1 comment


Pesan kunci;
Kemajuan umum dalam pengendalian malaria yang terjadi di wilayah Asia Pasifik, telah didokumentasikan.
Resistensi Artemisinin (obat anti malaria) merupakan ancaman terhadap stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
APMEN dengan 12 negara anggota bertekad melakukan eliminasi malaria. Forum ini memberikan kesempatan untuk berbagi informasi dalam eliminasi khususnya tentang kisah sukses,  peningkatan kualitas tenaga dalam pengendalian malaria, tantangan masing-masing wilayah terutama menghadapi plasmodium vivax.

Latar Belakang

Malaria merupakan ancaman terhadap stabilitas dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Asia Pasifik. Beberapa negara diwilayah ini telah berupaya menekan malaria yang berdampak negatif terhadap pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan produktifitas, serta menyebabkan kemiskinan. Sejak tahun 2000 kawasan Asia Pasifik telah membuat upaya yang kuat dalam memperbaiki kesehatan warganya, termasuk menurunkan resiko tertular malaria sebesar 60% di 12 negara APMEN.

Namun demikian , meluasnya resistensi obat malaria mengancam keadaan sosial ekonomi  di kawasan Kamboja, Thailand, Myanmar, Vietnam dan beberapa negara di wilayah ini. Meluasnya resistensi obat diwilayah ini diperkuat  oleh penyebaran obat palsu, mobilitas penduduk, akibat meningkatnya lalu lintas perdagangan.
Malaria terus mengancam setiap tahun meskipun intervensi telah dilakukan secara bertahap disamping juga berkurangnya dukungan dana.

Peranan jejaring

APMEN didirikan tahun 2009 sebagai upaya mengatasi masalah malaria. Saat ini negara-negara Apmen konsentrasi untuk melakukan diseminasi ”success story” untuk mendorong penurunan malaria demi tercapainya eliminasi. APMEN juga mengajak serta dari akademisi, sektor swasta, organisasi massa dan organisasi international seperti WHO. Sejak tahun 2011, Thailand dan Kamboja telah bergabung dengan 10 anggota APMEN. Dalam  jejaring ini masing-masing negara saling belajar dan berbagi informasi satu sama lain dalam hal kegiatan program, penelitian dan pelaksanaan di lapangan.

APMEN  dipimpin oleh negara mitra seperti China sebagai tuan rumah beberapa pertemuan seperti Primakuin, pelatihan GIS. Korea Selatan merupakan tuan rumah pada pertemuan tahunan terakhir tanggal 7 sampai 11 Mei 2012, yang membahas resistensi OAM dan kasus malaria di daerah perbatasan. Kamboja membawa perspektif baru dalam memerangi resistensi obat malaria , berbagi pengalaman tentang strategi yang telah digunakan dalam menghadapi resistensi OAM.
Kasus malaria import merupakan isue yang muncul disemua negara APMEN. Kasus malaria import dan meningkatnya KLB karena migrasi penduduk dari negara bagian Assam India ke bagian selatan Bhutan, atau masuknya migran ke Malaysia untuk bekerja di sektor perkebunan. APMEN berharap pertukaran ”success story” dalam pengendalian malaria, identifikasi dan pengaturan migrasi dalam kaitan dengan kasus import seperti juga pengendalian vector di wilayah perbatasan. P. Vivax telah jauh menurun prevalensinya di daerah SubSahara Afrika. Untuk mendukung kemampuan di wilayah ini APMEN telah membentuk Vivax Malaria Working Group (VMWG), yang membantu dalam pemantauan efikasi pengobatan p. Vivax bagi negara-negara APMEN. Indonesia merupakan negara tuan rumah untuk pertemuan tahunan APMEN berikutnya, yang sedang melakukan eliminasi  bertahap perpulau .

Peluang di wilayah Asia Pacific.

Dalam pertemuan Seoul , prioritas APMEN dua tahun mendatang adalah:

Menurunkan penyebaran resistensi P. falcifarum terhadap artemisinin dengan prioritas di daerah Delta Mekong dimulai dari Thailand, Kamboja dan Vietnam.
Meningkatkan effektifitas sistem surveilans dan respon cepat deteksi kasus malaria dan pengobatan.
Menyelesaikan tantangan dalam diagnosa dan pengobatan P. Vivax.
Mempertahankan pengendalian malaria dan kepastian dukungan dana dan politik untuk eliminasi malaria.

Dengan dukungan dari AusAid, APMEN bertekad sebagai pelopor dalam menghentikan penyebaran malaria, memanfaatkan para ahli dan komitmen 12 negara anggota untuk mencapai eliminasi malaria dan stabilitas ekonomi yang lebih baik di wilayah Asia Pasifik.

Tuesday, July 24, 2012

Monitoring & Evaluasi Malaria 2012

BY Bebas Malaria 1 comment

Monitoring & Evaluasi Malaria 2012

Monitoring & Evaluasi Malaria tahun ini diselenggarakan di hotel Grand Daffam Merapi Merbabu Jogjakarta, dihadiri oleh 33 Propinsi seluruh wilayah Indonesia. pertemuan berlangsung selama 4 hari dibuka oleh Dirjen PP&PL Prof. dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE . ada beberapa point penting yang patut digaris bawahi dalam pertemuan tersebut yaitu :
a) Bagaimana menghadapi tantangan faktor resiko penularan malaria untuk wilayah yang sudah dekat waktunya untuk mencapai target Eliminasi (tahun 2018)?

b) Sosialisasi penggunaan obat ACT kepada Klinik dan dokter swasta

c) Ketersediaan obat malaria ACT di apotik Peran KKP dalam program pengendalian malaria (penemuan kasus malaria)


Tantangan bagi kita semua, di wilayah endemis malaria untuk mencegah terjadinya penularan malaria terlebih untuk wilayah dengan angka kasus malaria yang sudah rendah tapi masih merupakan daerah reseptif, upaya program harus lebih intensif dalam surveilans kasus. Dengan surveilans yang baik, upaya deteksi dini dan penanganan kasus yang tepat akan mencegah kasus import menjadi sumber untuk terjadinya kasus kasus baru (indigenous) yang akan mempengaruhi tingkat status eliminasi malaria suatu wilayah.

Dalam periode beberapa tahun ini, sejalan dengan program intensifikasi malaria, peran klinik dan dokter swasta sangat penting dalam upaya sosialisasi tatalaksana pengobatan malaria dan perluasan cakupan pengobatannya. Peran tersebut akan menjadi semakin penting ketika telah mencapai tahap eliminasi, dimana cakupan pengobatan harus menjangkau seluruh masyarakat berisiko di semua wilayah. Namun yang masih menjadi kendala adalah bagaimana memperoleh data kasus malaria yang baik dan berkesinambungan dari dokter dan klinik swasta??

Obat malaria ke depan secara bertahap upayakan bukan menjadi monopoli pusat dan kemungkinan untuk dapat di akses oleh provinsi maupun kabupaten dipermudah, akan tetapi masih perlu pertimbangan matang, karena apabila akses untuk mendapatkan ACT dipermudah termasuk untuk swasta, bagaimana dengan akibat hal tersebut mempercepat terjadinya resistensi obat.

Peran KKP ke depan akan menjadi lebih penting di dalam mendukung surveilans yang kuat menuju eliminasi, penjaringan kasus di lini terdepan dan konfirmasi labolatorium selain puskesmas (KKP dan BTKL) akan menjadi kegiatan pokok menuju eliminasi malaria 2030.

Sunday, July 8, 2012

BROADENING INVOLVEMENT TEAM TRAINING WORKSHOP (BITTW)

BY Bebas Malaria No comments



Indonesia, sebagai pendiri dari Jaringan Pelatihan Kolaboratif Asia untuk Malaria (The Asian Collaborative Training Network for Malaria/ACT-Malaria), memiliki kontribusi untuk berbagi informasi, pengetahuan dan keterampilan manajemen pengendalian malaria bagi negara-negara anggota di kawasan Asia tenggara dan negara-negara tetangga. Kegiatan berbagi informasi akan memberikan manfaat bagi negara anggota untuk mengurangi beban malaria di kawasan ini. Indonesia telah ditugaskan untuk menyelenggarakan workshop BITTW. Sebagaimana diketahui, Indonesia telah berhasil melakukan workshop BITTW ke-1 sampai ke-5 pada tahun 2000, 2002, 2004, 2006, dan 2009, dan terakhir ke-6 di Lampung Selatan dan Jakarta pada 17 – 30 Juni 2012. Workshop pada tahun ini dihadiri oleh 15 peserta dari 9 negara yaitu Indonesia (3 orang), Cambodia (2 orang), Vietnam (2 orang), Thailand (2 orang), Lao PDR (1 orang), Timor Leste (1 orang), Malaysia (1 orang), Phillipines (1 orang), Myanmar (2 orang).

METODOLOGI PEMBELAJARAN

Secara umum pendekatan workshop ACTMalaria adalah berfokus pada pembelajaran dan metode partisipatif. Pembelajaran penyelesaian permasalahan dengan memperkenalkan proses pembelajaran seumur hidup. Studi kasus berdasarkan aktivitas nyata dan data terkini yang didesain menghadapi tantangan pengetahuan dan keahlian peserta dalam memecahkan masalah.Peserta dibagi kedalam kelompok dinamis kecil (team building) dan memotivasi belajar aktif dalam kelompok. Materi pelatihan yang tepat dan mencukupi disediakan untuk mendukung proses belajar aktif. Dengan tambahan, mereka diberikan kesempatan untuk melatih di dalam ruangan dan di lapangan.